Mengapa seseorang sulit mengendalikan dirinya? Mengapa seseorang mudah tergoda oleh hawa nafsu? Ternyata salah satu penyebabnya adalah karena kita tidak paham bahwa kita diberikan-Nya 5 alat bantu atau asisten yang akan membantu meningkatkan kualitas kita sebagai Abdullah dan Kholifatullah.
Kelima asisten itu adalah : Penampilan (PQ - Physical Quotient), Pikiran (IQ - Intellegence Quotient), Perasaan (EQ - Emotional Quotient), Keyakinan (SQ- Spiritual Quotient), dan Keimanan (RQ - Ruhani Qutient), atau kalau disingkat asisten/alat bantu itu bernama P3K2. So, P3K2 ini hanyalah ASISTEN dan bukanlah ANDA.
Jadi, Anda bukanlah Penampilan Anda, Anda bukanlah Pikiran Anda, Anda bukanlah Perasaan Anda, Anda bukanlah Keyakinan Anda, Anda bukanlah Keimanan Anda, tapi Anda adalah Abddullah dan Kholifatullah (AdK) yang dibekali 5 asisten yang bernama P3K2.
So, tugas Anda sebagai AdK adalah menggunakan potensi P3K2 ini secara seimbang dan proporsional. Misalkan, ketika Anda mau berpakaian maka gunakanlah Asisten Penampilan dan Asisten Keimanan agar Pakaian yang Anda gunakan terlihat indah dan menutup aurat.
Jika Anda menemukan masalah matematis dan sains maka gunakanlah asisten Pikiran dan Keimanan. Jangan Anda hitung soal matematik dengan menggunakan alat bantu (asisten) Perasaan. Misal : “7 x 135 perasaan 800 deh... “. Oh, duniamu pasti akan kacau.
Jika Anda bertemu dengan istri Anda, maka gunakanlah perasaan kangenmu, tapi jika Anda bertemu istri orang maka gunakanlah alat bantu pikiran dan keimanan. Jangan malah kangen sama istri orang.
Nah, kunci dari pengendalian diri adalah ketika Anda menggunakan asisten yang ada secara proporsional, dan gagalnya pengendalian diri jika Anda gagal atau salah menggunakan alat bantu yang ada. Demikian untuk sementara penjelasan dari kami.
Maka kendalikanlah kelima asisten yang ada di dalam diri Anda secara proporsional. Gunakan seperlunya secara seimbang.
Dengan demikian, mulai hari ini jangan katakan “kesulitan ini membuat saya bersedih” , tapi katakanlah “saya merasa sedih karena saya menggunakan “perasaan” secara berlebihan, tapi jika saya menggunakan “keimanan” maka kesulitan ini sedang membersihkan dosa-dosa saya, saya bersyukur sekali”.
So, yang sedih itu bukan Anda tapi perasaan Anda. Maka jangan pedulikan perasaan Anda jika Anda anggap bahwa kesedihan Anda tidak membuat Anda menjadi lebih baik dan lebih dekat kepada Allah.
Jika Anda senang, maka janganlah terlalu senang. Sebab jika anda terlalu senang maka Anda bisa menutup jalan menuju keimanan. Segeralah turunkan intesitas kesenangan Anda, lalu ubahlah menjadi rasa syukur dengan menggunakan alat keimanan. Sehingga selaras dan seimbanglah antara keselarasan dan keseimbangan.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri ” (QS. Al Hadid: 22-23)
Jika Anda menemukan masalah matematis dan sains maka gunakanlah asisten Pikiran dan Keimanan. Jangan Anda hitung soal matematik dengan menggunakan alat bantu (asisten) Perasaan. Misal : “7 x 135 perasaan 800 deh... “. Oh, duniamu pasti akan kacau.
Jika Anda bertemu dengan istri Anda, maka gunakanlah perasaan kangenmu, tapi jika Anda bertemu istri orang maka gunakanlah alat bantu pikiran dan keimanan. Jangan malah kangen sama istri orang.
Nah, kunci dari pengendalian diri adalah ketika Anda menggunakan asisten yang ada secara proporsional, dan gagalnya pengendalian diri jika Anda gagal atau salah menggunakan alat bantu yang ada. Demikian untuk sementara penjelasan dari kami.
Maka kendalikanlah kelima asisten yang ada di dalam diri Anda secara proporsional. Gunakan seperlunya secara seimbang.
Dengan demikian, mulai hari ini jangan katakan “kesulitan ini membuat saya bersedih” , tapi katakanlah “saya merasa sedih karena saya menggunakan “perasaan” secara berlebihan, tapi jika saya menggunakan “keimanan” maka kesulitan ini sedang membersihkan dosa-dosa saya, saya bersyukur sekali”.
So, yang sedih itu bukan Anda tapi perasaan Anda. Maka jangan pedulikan perasaan Anda jika Anda anggap bahwa kesedihan Anda tidak membuat Anda menjadi lebih baik dan lebih dekat kepada Allah.
Jika Anda senang, maka janganlah terlalu senang. Sebab jika anda terlalu senang maka Anda bisa menutup jalan menuju keimanan. Segeralah turunkan intesitas kesenangan Anda, lalu ubahlah menjadi rasa syukur dengan menggunakan alat keimanan. Sehingga selaras dan seimbanglah antara keselarasan dan keseimbangan.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri ” (QS. Al Hadid: 22-23)
Posting Komentar